Politisi Jujur di Indonesia masih ada ?

Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009

Menjelang Pemilu Indonesia 2009 memang diperlukan politisi-politisi jujur di bumi Indonesia ini, Kampanye Pemilu Indonesia 2009 akan lebih damai, jika dimotori oleh para politisi jujur, seperti apakah politisi jujur itu ?

Kita coba mengembalikan ingatan kita pada saat kampanye pemilu beberapa tahun lalu, masih ingat dengan kasus kejujuran setelah kampanye pemilu saat itu, yang ada hubungannya dengan dana non budgeter DKP.
Satu-satunya dasar untuk menilai kejujuran atau kebohongan adalah fakta. Pengakuan atau bantahan sama-sama memiliki nilai kejujuran yang sama jika memang itulah faktanya. Namun nilai kejujuran menjadi pudar manakala kejujuran itu dipakai sebagai “alat” untuk memojokkan pihak lain. Atau memanfaatkan kejujuran sebagai strategi untuk melakukan mobilitas vertikal guna meraih pengaruh politik. Mencermati konteks pengakuan Pak Amien Rais, logika politik yang tengah dibangun serta suasana yang sedang dikembangkan saat ini memaksa kita untuk menyimpulkan bahwa kejujuran Pak Amien Rais telah kehilangan maknanya yang hakiki. Bukan kebenaran yang hendak ditegakkan melainkan sebuah konspirasi untuk menjatuhkan pemerintah yang berkuasa dengan cara memanipulasi suatu “kejujuran”.

Masih sangat lekat dalam ingatan kita sosok Amien Rais yang tegar berjuang bersama mahasiswa di jalanan untuk menggulingkan rezim Soeharto pada era 1998 yang lalu. Keberaniannya menempuh risiko, komitmennya yang kuat adalah bagian dari kharakter pribadinya yang amat menonjol kala itu. Kini beliau tampil sebagai pionir yang “mewartakan dari atas atap rumah” bahwa dirinya termasuk orang yang ikut menikmati dana ilegal alias uang tidak halal dari Rokhmin Dahuri (dana non budgeter DKP) senilai Rp 200 juta. Publik pun berdecak kagum, karena lagi-lagi Pak Amien Rais mau menunjukkan komitmennya yang kuat untuk memberantas KKN sebagaimana cita-cita reformasi yang ia perjuangkan dulu.
Pak Amien Rais dengan segala kebesaran jiwa mengaku bahwa dirinya telah menerima kucuran dana non budgeter DKP dari tangan pertama (Rokhmin Dahuri) untuk membiayai kampanyenya. Publik serta merta menerima pengakuan itu sebagai sebuah KEJUJURAN. Dalam konteks yang sama, Pak SBY membantah bahwa pihaknya tidak menerima dana non budgeter DKP. Mestinya itu juga diterima sebagai suatu KEJUJURAN pula. Namun publik seolah-olah diarahkan untuk memilah-milah bahwa yang mengaku menerima dianggap JUJUR, sedangkan yang membantah patut diduga sebagai BERBOHONG ?

Satu-satunya dasar untuk menilai kejujuran atau kebohongan adalah fakta. Pengakuan atau bantahan sama-sama memiliki nilai kejujuran yang sama jika memang itulah faktanya. Namun nilai kejujuran menjadi pudar manakala kejujuran itu dipakai sebagai “alat” untuk memojokkan pihak lain. Atau memanfaatkan kejujuran sebagai strategi untuk melakukan mobilitas vertikal guna meraih pengaruh politik.

Mencermati konteks pengakuan Pak Amien Rais, logika politik yang tengah dibangun serta suasana yang sedang dikembangkan saat ini memaksa kita untuk menyimpulkan bahwa kejujuran Pak Amien Rais telah kehilangan maknanya yang hakiki. Bukan kebenaran yang hendak ditegakkan melainkan sebuah konspirasi untuk menjatuhkan pemerintah yang berkuasa dengan cara memanipulasi suatu “kejujuran”.

Bahkan lebih dari itu, situasi ini dapat memicu konflik politik dan konflik sosial menjelang pemilu indonesia 2009, bukankah kita semua sedang mendambakan Kampanye Damai Pemilu ? . Menyelamatkan diri sendiri dengan cara tuding-menuding adalah salah satu budaya yang harus kita tinggalkan untuk melangkah lebih baik kedepan, saatnya para politisi Indonesia tidak lagi mempolitisasi kejujuran di kampanye pemilu indonesia 2009 nanti.

Persoalannya sebetulnya sederhana saja. Jika aliran dana non budgeter DKP itu dinilai ilegal dan melanggar hukum apalagi jika untuk membiayai kampanye pemilu, serahkan kepada aparat penegak hukum untuk mengusutnya hingga tuntas. Tak perlu ada tuding-menuding, karena tuduh menuduh dapat membuat situasi negara tercinta Indonesia ini menjadi tidak sehat.
Bookmark and Share

1 komentar:

    saya kurang tahu
    tentunya harus belajar jadi politikus dulu
    hehehe

     

Post a Comment