Rendahnya Gaji Pejabat di Indonesia

Minggu pertama bekerja, Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II sudah disibukkan oleh keinginan menaikkan gaji pejabat tinggi negara, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Berbeda dari keinginan serupa di waktu lalu yang sengit mendapat kritik, kali ini keinginan serupa memperoleh dukungan. Dewan Perwakilan Rakyat, termasuk Majelis Permusyawaratan Rakyat memberi lampu hijau.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang bersuara lain. Tetapi suaranya tidak banyak berpengaruh lagi.

Kenaikan gaji pejabat tinggi selalu saja menimbulkan kontroversi. Selalu dipertentangkan antara kondisi riil masyarakat yang miskin dengan tingkat penghasilan pejabat negara yang cenderung naik dari waktu ke waktu. Kenaikan gaji pejabat tinggi dengan demikian dituduh mengkhianati semangat pengabdian memerangi kemiskinan itu sendiri.

Tetapi haruslah pula dilihat dari sisi yang lain juga. Bahwa, gaji pejabat tinggi, apalagi gaji pegawai negeri di Indonesia tergolong rendah, bahkan sangat rendah.

Bila kemiskinan dan penderitaan yang masih menghinggapi mayoritas penduduk dianggap harus tecermin dalam struktur penggajian, sampai kapankah belenggu ini berakhir? Padahal diketahui bahwa tugas para pejabat adalah memberantas kemiskinan itu sendiri.
Apakah pejabat yang miskin mampu memerangi kemiskinan? Jangan-jangan akan terjadi pemiskinan karena rakyat dan pejabatnya berkolaborasi mengurasi harta negara.

Karena, yang kita saksikan sampai dengan saat ini adalah kemiskinan selalu dikeluhkan. Kekurangan anggaran selalu juga menjadi kendala. Tetapi korupsi berjalan sangat gencar.

Jadi, kali ini, keinginan untuk menaikkan gaji pejabat tinggi saatnya dikabulkan. Asal, kenaikan itu harus menjadi bagian dari restrukturisasi sistem penggajian nasional. Tidak bisa lagi setiap ada pemerintahan baru, selalu diikuti dengan kenaikan gaji.

Restrukturisasi yang dimaksud adalah sebuah standar yang adil antarlembaga dan terbuka serta terukur sehingga tidak ada pejabat yang formal bergaji kecil tetapi secara informal memiliki penghasilan besar.

Itulah yang terjadi dengan gaji yang diterima para menteri, pejabat dan presiden. Bagaimana bisa diterima akal sehat bila gaji seorang Gubernur Bank Indonesia dua setengah kali lebih tinggi dari gaji presiden?

Dengan demikian, semua penghasilan yang sekarang resmi diterima seorang menteri harus diformulasikan menjadi gaji resmi. Katakan seorang presiden harus memperoleh gaji Rp200 juta per bulan. Seorang menteri Rp 150 juta dan anggota DPR Rp 100 juta.

Konsekuensinya, tidak ada lagi penghasilan di luar itu dalam bentuk dana taktis dan sebagainya. Di luar itu adalah penghasilan ilegal.

Restrukturisasi harus diikuti pula oleh pembenahan sistem penggajian pegawai negeri pada umumnya. Restrukturisasi itu harus menyentuh angka tertentu sehingga memadai untuk menghentikan praktek korupsi yang berlindung di balik gaji yang tidak mencukupi.

Bookmark and Share

0 komentar:

Post a Comment