Buku dan Kampanye Damai
by Unknown
Menjadikan buku sebagai media kampanye (campaign tools) pada satu sisi merupakan gambaran kemajuan demokrasi sebuah bangsa. Namun pada sisi lain disadari dapat “mengusik” kenyamanan kaum intelektual, manakala isi buku tidak lagi mengabdi pada obyektivitas suatu tema yang ditulis di dalamnya, tetapi didominasi aspek subyektivitas sang penulis.Jika hari-hari ini kita berkunjung ke toko buku, tampak begitu banyak buku yang menampilkan profil para capres dan cawapres 2009. Buku-buku jenis ini begitu mendominasi display toko buku. Satu capres atau cawapres bisa memiliki 3 atau lebih judul buku.
Pemandangan seperti ini dinilai lumrah mengingat kita tengah berada dalam sebuah siklus pesta demokrasi lima tahunan. Tim kampanye para capres-cawapres sudah sangat paham bahwa buku adalah media kampanye yang efektif, karena pemilih di Indonesia sebagian besar adalah pemilih kritis.
Menjadikan buku sebagai media kampanye (campaign tools) pada satu sisi merupakan gambaran kemajuan demokrasi sebuah bangsa. Namun pada sisi lain disadari dapat “mengusik” kenyamanan kaum intelektual, manakala isi buku tidak lagi mengabdi pada obyektivitas suatu tema yang ditulis di dalamnya, tetapi didominasi aspek subyektivitas sang penulis.
Buku berjudul “Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando” yang ditulis oleh Hendro Subroto misalnya, sempat memicu kontroversi berkepanjangan karena Prabowo Subyanto yang saat itu sedang gencar beriklan diri menjadi Capres merasa terpojok oleh isi buku itu. Demikian pula hal nya dengan buku “Bencana Bersama SBY” yang ditulis Ridwan Saidi, oleh kubu SBY dituding sarat black campaign.
Barangkali benar fakta-fakta yang terungkap di dalam buku-buku tersebut, tetapi karena muncul di musim kampanye capres maka orang tidak lagi mempersoalkan kontennya tetapi pada apa kepentingannya dan untuk kepentingan siapa. Dengan logika yang sangat sederhana dan dari kaca mata paling awampun, kita yang membacanya dengan mudah dapat menebak ke arah mana keinginan sang penulis.
Karena itu, ke depan kiranya persoalan ini menjadi perhatian penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) untuk mengkaji setiap buku bertemakan kampenye caleg atau capres. Jika dinilai mengganggu kampanye damai karena isinya menyerang sesama caleg, parpol atau capres lainnya, KPU dan Bawaslu dapat merekomendasikannya kepada Kejaksaan dan Polri untuk menarik buku tersebut dari peredaran.
Demikianpun Pengelola atau pemilik Toko Buku, diharapkan punya kepedulian yang sama untuk menjaga pemilu damai. Sebelum buku-buku tersebut dipajang di display toko bukunya, hendaknya terlebih dahulu meminta rekomendasi dari KPU atau Bawaslu, apakah buku tersebut layak dikonsumsi publik. Kendati hal ini belum ada aturan mainnya, tetapi tak ada salahnya untuk dipraktikan dengan mengacu pada kepentingan bersama, yaitu pemilu damai.
mampir sobat, memberi dukungan buat kontes SEO nya, moga berhasil.
Kontes SEO Aristia Wida Rukmi
Hidup kedamaian :-)