Permasalahan perbatasan antara Indonesia Malaysia bukan kali pertama. Lalu bagaimana bila Indonesia perang dengan negeri jiran itu?
"Perang tidak akan menyelesaikan masalah justru membuat masalah baru di negeri ini," walaupun yang meneriakkan Ganyang Malaysia mau membuat Cap Jempol Darah, Cap Dengkul Darah ataupun Cap Pantat Darah, mudah-mudahan saya tidak terkecoh. Begitu pula jika para 'pejuang ganyang malaysia' menggodok ilmu kanuragan dengan ilmu kekebalan terhadap senjata, sayapun tidak akan berdecak kagum, haree geneee perang pake Ilmu Kanuragan ? Mungkin saya lebih salut dengan perang cyber yang bukan dengan cara memaki-maki tapi dengan teknik deface atau melakukan hack ke beberapa situs milik negeri Jiran tersebut, walaupun tidak bisa dibenarkan akan tetapi lebih memperlihatkan kerja otak dibanding kerja otot yang sudah tidak zamannya lagi saat ini.
Orang lain boleh saja terkecoh, tapi saya tidak mau terkecoh. Itulah jawaban saya ketika ada teman bertanya mengapa saya tidak ikut menulis tentang “Ganyang Malaysia” yang terus menerus berusaha dicekokkan ke pembaca.
Beberapa penulis sudah ada yang mensinyalir adanya upaya mem-blow up wacana perang sehingga terus menerus dijadikan polemik berkepanjangan. Tentu patut dipertanyakan mengapa dan untuk apa wacana perang Indonesia-Malaysia terus menerus didengungkan mengingat beberapa hal yang tampak kurang begitu material untuk dipertimbangkan.
Saya tidak akan menulis hal-hal yang meliputi persengketaan itu karena saya tidak mau turut terjebak dalam perdebatan yang oleh pihak-pihak tertentu diinginkan untuk tidak berkesudahan. Bahwa ada pihak-pihak tertentu yang memetik keuntungan dari sengketa Indonesia-Malaysia kali ini juga disinyalir oleh pihak Malaysia sebagaimana dilaporkan Utusan Malaysia Online.
Menurut saya, tidak ada manfaatnya berbusa-busa soal Malaysia, tokh pada akhirnya tidak akan terjadi perang. Indonesia-Malaysia sudah bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara damai. Hanya rakyat konyol yang tetap nekad mengajak berperang. Saya sebut konyol karena rakyat jelata seperti saya, dengan menggotong slogan demi nasionalisme maju menegakkan harga diri bangsa namun pemimpin dan wakil-wakil rakyatnya sibuk mengurusi dirinya sendiri.
Silahkan lihat lebih dekat pemberitaan di media massa. Malaysia relative tenang dan santai meskipun ada provokasi dari pihak Indonesia di Malaysia. Kantor berita Bernama dan Utusan Malaysia hanya menempatkan sepenggal berita sengketa Indonesia-Malaysia dengan penekanan bahwa isu perang hanya kemauan “segelintir” orang. Lihat juga media massa Indonesia. Banyak berita “menyedihkan” yang terabaikan seperti kasus pembangunan gedung baru DPR serta penanganan kasus korupsi.
Kompas hari ini lebih banyak menyoroti gedung mewah wakil rakyat, pergantian Kapolri dan Jaksa Agung serta kasus penyuapan yang telah menetapkan 26 politisi, sebagian besar politisi Golkar dan PDIP, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini masih terus berkembang dengan menyeret nama penyuapnya. Vivanews lebih banyak menyoroti fasilitas mewah dan alasan yang tidak masuk akal rencana pembangunan gedung baru DPR. Sementara detiknews lebih variatif dengan berita seputar lebaran dan berita lain tentang korupsi.
Mungkin ada sebagian orang yang akan mengatakan bahwa orang Indonesia yang menolak konfrontasi dengan Malaysia sebagai orang yang tidak punya nasionalisme. Memang nasionalisme penting. Namun jika rakyat disuruh perang sementara pemerintah dan wakil rakyat sibuk mengurus dirinya sendiri, siapa yang lebih diragukan nasionalismenya?
source : http://politik.kompasiana.com/
"Perang tidak akan menyelesaikan masalah justru membuat masalah baru di negeri ini," walaupun yang meneriakkan Ganyang Malaysia mau membuat Cap Jempol Darah, Cap Dengkul Darah ataupun Cap Pantat Darah, mudah-mudahan saya tidak terkecoh. Begitu pula jika para 'pejuang ganyang malaysia' menggodok ilmu kanuragan dengan ilmu kekebalan terhadap senjata, sayapun tidak akan berdecak kagum, haree geneee perang pake Ilmu Kanuragan ? Mungkin saya lebih salut dengan perang cyber yang bukan dengan cara memaki-maki tapi dengan teknik deface atau melakukan hack ke beberapa situs milik negeri Jiran tersebut, walaupun tidak bisa dibenarkan akan tetapi lebih memperlihatkan kerja otak dibanding kerja otot yang sudah tidak zamannya lagi saat ini.
Orang lain boleh saja terkecoh, tapi saya tidak mau terkecoh. Itulah jawaban saya ketika ada teman bertanya mengapa saya tidak ikut menulis tentang “Ganyang Malaysia” yang terus menerus berusaha dicekokkan ke pembaca.
Beberapa penulis sudah ada yang mensinyalir adanya upaya mem-blow up wacana perang sehingga terus menerus dijadikan polemik berkepanjangan. Tentu patut dipertanyakan mengapa dan untuk apa wacana perang Indonesia-Malaysia terus menerus didengungkan mengingat beberapa hal yang tampak kurang begitu material untuk dipertimbangkan.
Saya tidak akan menulis hal-hal yang meliputi persengketaan itu karena saya tidak mau turut terjebak dalam perdebatan yang oleh pihak-pihak tertentu diinginkan untuk tidak berkesudahan. Bahwa ada pihak-pihak tertentu yang memetik keuntungan dari sengketa Indonesia-Malaysia kali ini juga disinyalir oleh pihak Malaysia sebagaimana dilaporkan Utusan Malaysia Online.
Menurut saya, tidak ada manfaatnya berbusa-busa soal Malaysia, tokh pada akhirnya tidak akan terjadi perang. Indonesia-Malaysia sudah bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara damai. Hanya rakyat konyol yang tetap nekad mengajak berperang. Saya sebut konyol karena rakyat jelata seperti saya, dengan menggotong slogan demi nasionalisme maju menegakkan harga diri bangsa namun pemimpin dan wakil-wakil rakyatnya sibuk mengurusi dirinya sendiri.
Silahkan lihat lebih dekat pemberitaan di media massa. Malaysia relative tenang dan santai meskipun ada provokasi dari pihak Indonesia di Malaysia. Kantor berita Bernama dan Utusan Malaysia hanya menempatkan sepenggal berita sengketa Indonesia-Malaysia dengan penekanan bahwa isu perang hanya kemauan “segelintir” orang. Lihat juga media massa Indonesia. Banyak berita “menyedihkan” yang terabaikan seperti kasus pembangunan gedung baru DPR serta penanganan kasus korupsi.
Kompas hari ini lebih banyak menyoroti gedung mewah wakil rakyat, pergantian Kapolri dan Jaksa Agung serta kasus penyuapan yang telah menetapkan 26 politisi, sebagian besar politisi Golkar dan PDIP, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini masih terus berkembang dengan menyeret nama penyuapnya. Vivanews lebih banyak menyoroti fasilitas mewah dan alasan yang tidak masuk akal rencana pembangunan gedung baru DPR. Sementara detiknews lebih variatif dengan berita seputar lebaran dan berita lain tentang korupsi.
Mungkin ada sebagian orang yang akan mengatakan bahwa orang Indonesia yang menolak konfrontasi dengan Malaysia sebagai orang yang tidak punya nasionalisme. Memang nasionalisme penting. Namun jika rakyat disuruh perang sementara pemerintah dan wakil rakyat sibuk mengurus dirinya sendiri, siapa yang lebih diragukan nasionalismenya?
source : http://politik.kompasiana.com/
Post a Comment