Politik Etis dan Politik Balas Budi ?

Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 - Karena saya tidak berminat menjadi manusia kursi yang selalu ingkar janji, malam ini akan menulis politik etis atau politik balas budi. Akan tetapi ini bukan Politik Etis atau Politik Balas Budi yang dianjurkan oleh C.Th. Van Deventer karena suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan Pribumi (Bangsa Indonesia). Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.

Politik etis ini adalah politik balas budi dalam rangka sundul menyundul di Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009, Politik balas budi sundul menyundul atau lebih sering dikenal dengan Ping Pong (kamu Ping aku Pong) maka cukuplah dua linkback gratis untuk politik balas budi kepada blog yang telah mereview blog saya ini di Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 . Mudah-mudahan dengan Politik Etis ini blog yang di pong bisa masuk ke rangking seratus besar, lebih senang lagi jika masuk lima puluh besar karena untuk mendapatkan rangking 10 besar di mesin pencari google untuk keyword Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 saat ini sangatlah sulit.

Akan tetapi jika para pembaca atau netter yang sebetulnya mencari Politik Balas Budi atau Politik Etis yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda saat menjajah kita dulu, maka mau tidak mau saya harus mengutip sejarah yang membahas tentang politik etis ini.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:
  1. irigasi (pengairan) :membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
  2. emigrasi : yakni mengajak penduduk untuk transmigrasi
  3. edukasi : memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.

Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.

Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.
Selamat ber Ping Pong dan berdamai serta saling berPolitik Balas Budi di Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009.
Bookmark and Share

2 komentar:

    tumben niy mau berkunjung di blog jelek hahahaha...
    apa kabar zie....good luck yaa...

     

    moga2...
    bisa mas/mbak...

    trus bjuang...
    higz...

     

Post a Comment