Kejujuran Menilai Sejarah dan Kedamaian

Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 - "Sejarah tidak bisa berbuat adil dan kadang lebih banyak menyisakan cerita peperangan dibanding kedamaian karena ia bukan manusia, Dan manusia sulit berbuat adil serta menciptakan perdamaian justru karena ia adalah manusia".

Kata-kata bukan mutiara itu sendiri tidak adil karena ia hanyalah kata-kata dan yang membuat adalah manusia. Tapi setidak-tidaknya ia punya maksud.
Sejarah tak bisa berbuat adil karena oleh manusia ia bisa diwarnai putih dan hitam, bisa ditutupi atau dibuka, bisa digiring atau dihentikan, bisa dijujuri atau dibohongi.

Dan manusia tatkala ia meletakkan diri pada dimensi yang paling 'adil', 'obyektif', dan 'dingin' terhadap sejarah ia hanya berkata : tergantung dari sudut mana kita menilainya, tergantung pada posisi apa kita memandangnya, kacamata yang mana yang dipakai saat mengamatinya.

Suatu pergerakan dalam sejarah disebut pemberontakan oleh sebuah sudut dan posisi tertentu tapi ia adalah perjuangan dari sudut dan posisi yang lain.

Demikianlah maka suci atau kotor, pengkhianat atau pejuang, pahlawan atau penjajah, progresif atau pembebek, pencipta peperangan atau penegak perdamaian, tidak pernah jelas identitasnya.

Kita menyebut hal itu relativisme sejarah. Kita berpayung di bawah slogan agung "Sejarah tidak hitam putih" tetapi mungkin saja itu sekadar usaha subyektif kita untuk memaafkan ketidakjelasan pengambilan sudut dan posisi kita, atau bahkan sekadar menutup-nutupi atau justru melegitimasi subyektivitas sudut dan posisi kita. Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009

Kita merasa lebih aman untuk berpegang pada "sudut dan posisi" yang besok pagi bisa kita ganti dengan kebenaran pada sudut dan posisi yang lain, tergantung "kemana angin bertiup".

Nun jauh di lubuk rahim sejarah yang amat sangat terjaga rahasianya baik oleh kearifan maupu nkerakusan kekuasaan, tidak bisa dibuka hijabnya oleh ricuhnya peperangan atau amannya kedamaian.

Hati nurani manusia diam-diam mengerti tentang "kebenaran sejati" kebenaran yang tidak mengikuti teori einsteins alias kebenaran relatif, yang tidak tergantung arah angin.

Kita ambil contoh negara Iran, kalau ada friksi di elite kepemimpinan Iran, yang terjadi lebih merupakan "Perbedaan Pendapat" dibanding di negara Indonesia yang biasanya dikarenakan "Perbedaan Kepentingan".

Perbedaan pendapat bisa kita perdalam menjadi 'pemahaman tentang suatu konsep kebenaran', sedang perbedaan kepentingan atau 'konflik kepentingan' bisa kita lihat sebagai misalnya - pamrih-pamrih kekuasaan yang biasanya tidak sekadar menyangkut subtansi 'egoisme suatu ideologi' tapi juga pemilikan-pemilikan ekonomi.

Dari seribu manusia muslim bisa ada seribu pendapat atau keyakinan tentang negara Islam, Tapi kalau di Iran ada berbagai pendapat yang berbenturan, itu adalah sungguh-sungguh pendapat yang berbenturan - bukan kepentingan dibalik pendapat itu terancam. Iran bukanlah sebuah 'rezim pamrih', rezim udang dibalik batu, atau "siapa atau apa yang menunggangi" seperti yang di negara tercinta kita Indonesia menjadi referensi sehari-hari. Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009

source : tidak jibril tidak pensiun

Bookmark and Share

2 komentar:

    tembak teruuuss
    moga menang ya, juara 2 tapi. juara 1 ne biar saya saja *ngayal*
    tukeran link kampanye bole?

     
    On February 21, 2009 at 1:57 AM Anonymous said...

    Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009

    semoga para calegnya juga bertarung dengan otak bukan dengan OTOT..

    dan damai tentunya..

    apa kata dunia bila memperebutkan kursi saja harus gontok-gontokan.

    klo pada berebut,ntar saya mbelikan bangku, tapi gantian ya pakai nya.

    setujuuuu???

     

Post a Comment