Kontrak Politik sebagai Pendongkrak Popularitas

Kontrak politik yang belakangan ini gencar dilakukan oleh beberapa pasang capres dan cawapres tidak bisa diawasi secara langsung pelaksanaannya dan juga tidak ada kewajiban politik untuk memenuhinya. Kontrak politik ini justru lebih terkait dengan moral diri masing-masing kandidat.
Sang Visioner itu sekadar sebutan ? Siapa sebenarnya yang layak menyandang dua kalimat Bombastis tersebut ? Siapa juga yang berkompeten untuk menyematkan kalimat Sang Visioner ? Sang Visioner hampir sama dan sebangun dengan kata "Pendekar dan Pakar", seseorang dibilang Pakar dan Pendekar bukan oleh diri dan koleganya bukan dalam rangka kontrak politik dan pendongkrak popularitas tapi ... oups ... untuk lebih jelasnya bisa membaca salah satu postingan saya di Pendekar dan Pakar Siapakah dia ?? Karena saya bukan akan membahas tentang Rusli Zainal Sang Visioner di postingan ini ... tapi Kontrak Politik sebagai Pendongkrak Popularitas.

Oleh karena itu, proses menagih pelaksanaan kontrak politik ini juga nantinya akan menjadi sulit. Kontrak politik itu hanya bisa berlangsung lewat kekuatan masyarakat, tetapi akan muncul hambatan, karena masyarakat tidak memiliki daya tekan. Kecuali, kontrak politik itu dilembagakan dalam bentuk poin-poin strategis pembangunan lima tahun ke depan, sehingga bisa ditagih oleh parlemen.

Saat ini, kontrak politik capres-cawapres justru terkesan hanya efektif untuk memobilisasi suara. Namun untuk jangka panjang belum tentu efektif, karena adanya kerumitan terkait pengunduran diri dari jabatan presiden-wakil presiden, apabila kelak kandidat tidak mampu menepati kontrak politiknya. Kerumitan juga bisa muncul ketika terjadi kekosongan kepemimpinan.

Persoalan mundur dari jabatan presiden-wapres juga akan terhalang mekanisme politik. Lagi pula, kalau kontrak politik tidak terwujud, itu bukan pelanggaran konstitusi. Itu hanya melanggar janji, yang sudah sering kali dilakukan politisi kita. Kontrak politik itu secara tidak langsung merupakan pembodohan politik bagi masyarakat Indonesia.

Janji dan kontrak politik sebenarnya hanya memiliki perbedaan yang sangat tipis. Janji biasanya berbentuk lisan dan tidak ada tuntutan yang berlebih, sementara kontrak politik itu tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berkaitan. Namun, keduanya sama saja, karena hanya ada sanksi moral. Kontrak politik yang sekarang gencar dilakukan juga terkesan dipaksakan oleh para kandidat tersebut untuk meningkatkan popularitas dan meningkatkan kepercayaan terhadap mereka di mata publik.

Ke depan, lebih baik capres-cawapres tidak lagi membuat kontrak politik karena hal itu hanya membuat rakyat lelah. Lebih baik capres-cawapres mengedepankan komitmen moral. Capres-cawapres jangan menjanjikan hal-hal yang tak bisa dilakukan, tetapi tawarkanlah sesuatu hal yang realistis.

Bookmark and Share

3 komentar:

    mapir berkunjung....

     

    numpang lewat

     

    kalau nikah kontrak ada ga bang????

     

Post a Comment